SEJARAH KABUPATEN TEMANGGUNG: MASA HINDU-BUDDHA SAMPAI INDONESIA MERDEKA

Temanggung adalah nama sebuah kabupaten yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten yang berlokasi di tengah-tengah provinsi tersebut terletak di pegunungan antara Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah, Temanggung juga memiliki sejarah yang panjang. 

 

ASAL USUL NAMA TEMANGGUNG

 

Sejarah Temanggung mulai tercatat sejak masa Hindu di Jawa melalui Prasasti Wanua Tengah III Tahun 908 Masehi yang ditemukan penduduk dusun Dunglo, Desa Gandulan, Kecamatan Kaloran pada bulan November 1983. Prasasti itu menggambarkan bahwa Temanggung semula berupa wilayah kademangan.

 

Sejarah Temanggung juga memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Kuno. Pada abad ke-8, Kerajaan Mataram Kuno terbagi menjadi dua kekuasaan, yaitu dinasti Syailendra dan dinasti Sanjaya. Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya yang saat itu memimpin Mataram Kuno, berkeinginan menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah. Rakai Pikatan kemudian menikah dengan putri dari Dinasti Syailendra, Dyah Pramodawardhani untuk mendapatkan pengaruh dari dinasti Syailendra.

 

Rakai Pikatan menghimpun bala tentara untuk menyerang kerajaan Syailendra. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan sebidang wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung. 

 

BERDIRINYA KABUPATEN TEMANGGUNG

 

Sebelum Kabupaten Temanggung resmi berdiri, pemerintah Hindia Belanda membentuk Kabupaten Menoreh sebagai bagian dari Karesidenan Kedu. Dengan bupati pertama yaitu Raden Tumenggung Aria Djojonegoro yang berkedudukan di Parakan berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda, Nomor 11 Tanggal 7 April 1826. 

 

Setelah Perang Diponegoro (1825-1830) berakhir, Raden Tumenggung Aria Djojonegoro memindahkan Ibu Kota ke Kabupaten Temanggung. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yakni:

 

  1. Sesuai pandangan masyarakat Jawa ketika itu, ibu kota yang pernah diserang dan diduduki musuh dianggap telah ternoda dan perlu ditinggalkan, sehingga perlu didirikan ibu kota baru.

  2. Kabupaten Menoreh sudah tidak relevan lagi karena kabupaten tersebut sudah bergabung dengan Kabupaten Magelang.

Maka Pemerintah Hindia Belanda di Batavia menyetujui Kabupaten Menoreh berubah menjadi Kabupaten Temanggung. Persetujuan ini dituangkan dalam Resolusi Pemerintah Hindia Belanda Nomor 4 Tanggal 10 November 1834.

 

SERANGAN BELANDA DI TEMANGGUNG

 

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, Temanggung menjadi salah satu wilayah yang terdampak pada serangan agresi militer Belanda. Hal ini dimulai dengan Agresi Militer II, ketika Belanda berhasil menguasai ibu kota RI di Yogyakarta. Selanjutnya, pasukan TNI segera menyingkir ke pedalaman untuk menyusun strategi.

 

Sesuai perintah Markas Besar Angkatan Perang RI (APRI) pada 20 Desember 1948, wilayah Temanggung, Parakan, dan Ngadirejo serentak melaksanakan taktik bumi hangus. Di kota Temanggung terdapat 28 bangunan yang dibumihanguskan. Di antaranya mencakup kantor kabupaten, penjara, kantor pengadilan, gedung NIS, gedung SMP, kantor pos, kantor telepon, dan lain sebagainya.

 

Pada tanggal 21 Desember 1948, pasukan Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Temanggung. Sehari kemudian pada tanggal 22 Desember 1948 pukul 10.00 WIB, pasukan Belanda berhasil masuk ke kota Temanggung yang hanya tinggal reruntuhan.

 

Setelah berhasil membumi hanguskan kota Temanggung, pasukan TNI dan pejuang segera melakukan konsolidasi. Konsolidasi ini diwujudkan dengan membagi wilayah, membentuk pasukan, melakukan serangan mendadak, penghadangan patroli Belanda, sabotase, dan melakukan pengacauan di daerah yang diduduki Belanda. Saat itu, Temanggung masuk daerah STC II yang berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini. Pertempuran di Temanggung terjadi sepanjang bulan Februari, Maret dan April 1949.

 

Pada tanggal 1 Februari 1949, Kabupaten Temanggung mendapat giliran serangan gerilya yang beranggotakan 15 orang tentara dan 10 orang TP. Pasukan gerilya menargetkan untuk menyerang stasiun kereta api di kampung Banyuurip. Pasukan gerilya menyerbu ke dalamnya dan melakukan pengacauan selama 1 jam.

 

Pada tanggal 28 Februari kompi Sukarno dari Batalyon Bintoro menyerbu Parakan. Serangan ini dilakukan pada malam hari dengan target pos militer Belanda. Baku tembak berlangsung selama tiga jam, beberapa prajurit Belanda dilaporkan tewas dan di pihak TNI tidak ada korban jiwa. Beberapa prajurit dilaporkan terluka. Puncaknya pada 5 Mei 1949, sebuah truk berisi personil militer Belanda dihancurkan oleh TNI di Nguwet Temanggung

 

PERLAWANAN MASYARAKAT TEMANGGUNG

 

Perlawanan yang dilaksanakan oleh golongan pro-kemerdekaan di Temanggung tidak hanya dilakukan oleh pasukan militer dalam TNI dan pasukan gerilya saja. Rakyat Temanggung juga turut serta dalam perjuangan melawan pasukan Belanda yang mencoba untuk menguasai kembali wilayah Temanggung. Bersama dengan TNI, Tentara Pelajar juga berjuang di kawasan Temanggung. Hal ini berdasarkan pada beberapa kisah perjuangan TP dari buku Hady Gintong, seorang eks-anggota TNI Brigade XVII TP Temanggung. Saat itu, anggota TP menjadi mata-mata dan melakukan penyusupan ke kamp-kamp Belanda di Selopampang. Tak hanya itu, anggota TP juga melakukan penyerangan di Bantir Sumowono sebagai salah satu markas pasukan Belanda.

 

Rakyat Temanggung juga turut serta dalam perlawanan melawan Belanda, seperti berperan dalam melindungi satuan-satuan TNI ketika mereka dikejar pasukan musuh. Salah satu contohnya ketika melindungi istri dan ketiga anak Jenderal Ahmad Yani. Penduduk Temanggung dengan sukarela juga membantu pihak tentara dengan menyediakan dapur umum dan tempat menginap.

 

TEMANGGUNG KEMBALI KE INDONESIA

 

KMB (Konferensi Meja Bundar) merupakan perundingan terakhir perjuangan bangsa Indonesia dengan pihak Belanda yang berlangsung pada 23 Agustus sampai 2 November 1949. Perundingan ini menghasilkan penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia.

 

Berdasarkan wawancara dengan Letda. Inf. (Purn.) Mundjiat mengenai keadaan Temanggung selama berlangsungnya perundingan antara pihak RI dan Belanda, yaitu pada tanggal 1 September 1949 semua pasukan pejuang yang sebelumnya bermarkas di daerah pegunungan turun dan berkumpul di daerah Kedu yang saat itu menjadi pusat kota Temanggung.

 

Perjanjian KMB yang menghasilkan penyerahan kedaulatan kepada pihak Indonesia itu ditandatangani pada 2 November 1949. Pada tanggal 10 November 1949, Belanda meninggalkan kota Temanggung dengan tenang dan tanpa ada aksi tembak-menembak. Setelah Belanda meninggalkan Temanggung, pasukan TNI, TP, Bupati Soemarsono kembali ke kota Temanggung. Sejak saat itulah Temanggung berada dalam kondisi aman di bawah naungan Indonesia merdeka.

 

Referensi :

  • Data Perjuangan TNI Brigade XVII TP Temanggung tahun 1945-1951.

  • Pardaningsih, Titik. (2014). “Perjuangan Rakyat Temanggung Melawan Militer Belanda pada Masa Agresi Militer Belanda II 1948-1950”. Skripsi: Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP-UKSW.

  • Wulan, Resiyani. (2010). “Toponim Masa Kini Berasal dari Sumber Prasasti Abad IX-X Masehi yang Ditemukan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah”. Skripsi: Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
chat
chat