Desa Mandisari, sebuah desa yang kaya akan tradisi dan budaya, memiliki berbagai kesenian rebana yang memikat hati dan mempererat tali persaudaraan antarwarga. Kesenian ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana dakwah dan edukasi bagi generasi muda. Tiga kesenian rebana yang menonjol di desa ini adalah Rebana Ar-Rodho, Rebana Sabilu Salafi, dan Rebana El-Bandariji. Masing-masing kesenian ini memiliki sejarah, filosofi, dan peran yang unik dalam kehidupan masyarakat Mandisari.
Rebana Ar-Rodho: Harmoni dari Taman Surga
Rebana Ar-Rodho, yang berarti taman surga, merupakan salah satu kesenian rebana tertua di Desa Mandisari. Didirikan pada tahun 1994 oleh Bang Husain dari Magelang, kesenian ini berawal dari kebutuhan akan kegiatan positif di Kampung Ngaglik. Pada masa itu, K.H. Ahmad Sadar mengundang Bang Husain untuk mengajarkan kesenian rebana kepada para remaja dusun tersebut. Sejak itu, Rebana Ar-Rodho menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi lokal, sering dipentaskan dalam acara Selapan Dusun setiap 35 hari sekali. Alat musik yang digunakan meliputi rebana dan darbuka, yang dimainkan dengan tempo yang rapat, ciri khas dari kesenian ini. Selain itu, Rebana Ar-Rodho sering tampil dalam acara pernikahan dan pengajian, menambah semarak suasana dengan alunan musik yang merdu.
Rebana Sabilu Salafi: Melestarikan Jejak Ulama Terdahulu
Rebana Sabilu Salafi berasal dari Kampung Krajan dan didirikan oleh jamaah Yasin Sabilu Salafi pada tahun 2005. Nama Sabilu Salafi mengandung filosofi mengikuti jejak langkah ulama terdahulu yang mengajarkan pentingnya kehati-hatian dalam beribadah. Kesenian ini bertujuan untuk mengaktifkan pemuda dalam kesenian, mempererat persaudaraan, dan mencegah kenakalan remaja dengan menyediakan kegiatan positif. Alat musik yang digunakan antara lain terbang, tifa, bass, dan keplak. Rebana Sabilu Salafi biasanya dipentaskan pada malam Jumat setelah Yasinan, memberikan nuansa religius yang kuat dan memperkaya spiritualitas komunitas.
Rebana El-Bandariji: Cinta Seni dari Bendorejo
Rebana El-Bandariji berasal dari Kampung Bendorejo dan didirikan oleh Mas Rais, Mas Toba Mustofa, dan Mas Rizal Azizi pada tahun 2017. Nama El-Bandariji diambil dari nama kampung asal kesenian ini dan dimodifikasi agar terdengar lebih islami. Fungsi utama Rebana El-Bandariji adalah untuk menggiatkan anak-anak kampung dalam kegiatan seni, mencegah pergaulan bebas, serta menjadi sarana dakwah dan syiar agama. Alat musik yang digunakan termasuk darbuka, bass, hadroh, bass banjari, dan tamborin. Kesenian ini sering tampil dalam acara pernikahan, khitanan, dan acara tahunan seperti Haul Syekh Tholabudin. Latihan rutin di rumah ketua pemuda kampung Bendorejo memastikan warisan kesenian ini terus terjaga dan berkembang.
Kesenian rebana di Desa Mandisari bukan hanya sekedar hiburan, tetapi juga sarana untuk mempererat persaudaraan, mendidik generasi muda, dan menyebarkan nilai-nilai agama. Rebana Ar-Rodho, Sabilu Salafi, dan El-Bandariji masing-masing membawa keunikan dan kontribusi yang signifikan bagi komunitas. Melalui musik, mereka menyatukan warga, memberikan makna pada tradisi, dan menginspirasi cinta terhadap seni dan budaya lokal.
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook